Sejarah Dan Perkembangan Pendidikan Di Indonesia

Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia

Pendidikan di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu memang terkait dengan aneka macam faktor dari zamannya masing-masing, Pendidikan itu telah ada semenjak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman efek agama Hindu dan Budha, zaman efek Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2009.: 125).

A. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha 

Pengaruh pendidikan pada zaman Hinduisme and Budhisme tiba ke Indonesia sekitar era ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya mempunyai kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Siva dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu yaitu Sang Maha Tunggal yaitu Tuhan , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2012: 215).
Pada zaman ini pendidikan mempunyai tujuan yang sama yaitu pendidikan diarahkan dalam rangka penyebaran dan pelatihan kehidupan keberagamaan Hindu dan Budha (Mudyahardjo, 217), juga mencari petunjuk perihal apa yang diinginkan, baik buruknya, hingga pencapaiannya.


B. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)

Agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada simpulan era ke-13 dan meliputi sebagian besar Nusantara pada era ke-16. Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (Mudyahardjo.: 221). Pendidikan agama Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.


Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Tujuan dari pendidikan agama Islam yaitu sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan aliran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.


C. Zaman Kolonial Belanda

Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yang ada diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap keberadaan Belanda di Indonesia pada sat itu sanggup muncul dan menyulitkan Belanda dikala itu.

Tiga poin utama dalam politik etis Belnada pada masa itu yaitu irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak menjadi sarana pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, dan menulis.

Pada masa ini pula, pendidikan pendidikan rakyat juga turut muncul. Sekolah sekolah rakyat menyerupai Taman Siswa dan Muhammadiyah muncul dan berkembang. Makara sanggup dikatakan pada masa tersebut terdapat 3 tipe jalur pendidikan yang berbeda:
1)System pendidikan dari masa islam yang diwakili dengan pondok pesantren
2)Pendidikan bergaya barat yang disediakan oleh pemerintah Hindia-Belanda
3)Pendidikan “swasta pro-pribumi” menyerupai Taman Siswa dan Muhammadiyah
Golongan gres inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan bermetamorfosis usaha bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya yaitu Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik bawah umur semoga bisa berdikari dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).

(Baca juga perihal Taman Siswa di Sini !!).


D. Zaman Kolonial Jepang

Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial Jepang tetap berlanjut hingga impian untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang mengalah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 impian bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (Mudyahardjo, 2012:266-272).

Sejarah pendidikan yang akan diulas yaitu semenjak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibentuk berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk bawah umur Belanda, sedangkan untuk bawah umur Indonesia dibentuk dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibentuk dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis sebab aneka macam problem peperangan.

Kesulitan keuangan dari Belanda akhir Perang Dipenogoro pada tahun 1825 hingga 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak korban. Belanda menciptakan siasat semoga pengeluaran untuk peperangan sanggup ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh laba yang maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa sanggup dijalankan sebagai cara yang mudah untuk meraup laba sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu menjadi belahan yang dirugikan sebab dipakai sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.

Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan semoga bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari bawah umur kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap sanggup membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, sebab masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan darah biru dan orang kebanyakan.

Pemerintah Belanda lambat laun seakan-akan bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, menyerupai kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang bisa menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan raksasa yang bermotif hemat semoga upah kerja serendah mungkin untuk mencapai laba yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibentuk semoga panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi kegiatan yang merugikan rakyat.

Pendidikan dasar berkembang hingga tahun 1930 dan terhambat sebab krisis dunia, tidak terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan forum pendidikan. Lalu, forum pendidikan dibentuk dengan biaya yang lebih murah. Kebijakan yang dibentuk termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru. Masalah lain yang paling fundamental yaitu penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang bisa merupakan beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibentuk untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi sasaran yang empuk diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.


Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA


Pendidikan dibentuk oleh Belanda mempunyai ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi bawah umur Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari aturan tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibentuk terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat.

Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang renta tidak mempunyai pengeruh pribadi politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik bawah umur menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga semoga sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan bawah umur kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan laba ekonomi daripada perkembangan pengetahuan bawah umur Indonesia.

Pemerintah Belanda juga menciptakan sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau forum pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.

Sekolah desa dibentuk dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang mempunyai kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun sekolah dan mengeluarkan biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk mengajar di lingkungan desa.

Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah menciptakan pendidikan sebagai alat untuk meraup laba melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibentuk dengan biaya yang murah, semoga tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan aneka macam problem lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.

Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa inspirasi kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibentuk untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang mempunyai landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.

Sejarah Belanda hingga Jepang dipahami sebagai alur klarifikasi kalau pendidikan dipakai sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibentuk dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui aneka macam sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia sehabis merdeka.

Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat fundamental yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan kepada kementrian pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan supaya cepat untuk menyediakan dan mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan planning pokok usaha pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan kegiatan pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah dilaksanakan dengan aneka macam keterbatasan sumber daya, hambatan gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui kursus selama dua tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut memperlihatkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud yaitu buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta huruf di pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk menanggulangi angka buta abjad di Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan kurang lebih tidak berdampak pada rumah tangga kurang mampu.

Kemerdekaan Indonesia tidak menciptakan nasib orang tidak bisa terutama dari sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus mudah muncul kembali, teladan yang paling populer dengan akhir yang hampir serupa menyerupai cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas bahu-membahu yang diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas bahu-membahu sebab merupakan usaha bahu-membahu antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan memakai metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya yaitu untuk meningkatkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul gres yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit dari Taiwan. Jadi, rakyat dipaksakan mengikuti kemauan dari pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai cara untuk menghasilkan panen yang lebih maksimal. Muller (1979:73) menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, paling-paling hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir tidak bisa menyesuaikan diri aktif sedangkan golongan atas hidup dalam kemewahan.

Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan sehabis kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai laba yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang bisa terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai alat penguasa untuk mengembangkan kegiatan yang dianggap sanggup mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.


Landasan Sejarah Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa Indonesia, Masa Pembangunan Dan MasaReformasi.

A. Masa Perjuangan.

a. Zaman Kolonial Belanda

Didorong oleh kebutuhan mudah berkaitan dengan pekerjaan diberbagai bidang, Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia dengan tujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Adapun kecenderungan pendidikan masa kolonial ini adalah:1) membiarkan terselengarakannya pendidikan islam tradisional serta membantu mendirikan madrasah Islam di Nusantara, 2) mendirikan sekolah Zending (mizionaris) yang bertujuan membuatkan agama kristen. Adapun ciri khas pendidikannya antara lain: 1) dualistik diskriminatif, 2) sentralistik, 3) tujuan pendidikan untuk menghasilkan tamatan sebagai warga negara Belanda kelas dua.

Kurikulum sekolah mengalami radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk bawah umur Belanda selama setengah era ke-19. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang memperlihatkan bahwa pemerintah lambat laun mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan bawah umur Indonesia sebagai hasil perdebatan di dewan legislatif Belanda dan mencerminkan perilaku liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia. Pda tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, Ia menganjurkan semoga pemerintah lebih memajukan kesejahterran rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain bawah umur Indonesia yang orang tuanta yaitu pegawai pemerintah Belanda, telah menjadikan elite intelektual baru.

Golongan gres inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan bermetamorfosis usaha bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.

b. Zaman Kolonial Jepang

Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 yang pada masa itu sedang terjadi Perang Dunia sehingga berimbas pada pemerintahan Jepang yang bersifat militeristik. Dalam misinya menguasai Indonesia, Jepang banyak melaksanakan perubahan. Termasuk dibidang pendidikan, penyelenggaraannya ditujukan untuk menghasilkan tentara yang siap memenangkan perang bagi Jepang. Selain itu, di bidang pendidikan secara luas ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia antara lain: a) Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang, b) pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor dan dalam pergaulan sehari-hari. Bahas Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang, c) Jepang mendirikan sekolah guru dengan sistem pelatihan indoktrinasi mental ideologis, d) pelatihan murid dan para cowok dilakukan dengan senam pagi (taiso).

c. Zaman Kemerdekaan

Meski belum mencapai suasana aman dalam kehidupan pemerintahannya, akan tetapi dalam bidang pendidikan pada awal kemerdekaan ini terus dilaksanakan dengan berpedoman pada UUD1945 pasal 31. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan pada era 1945-1950 yaitu :

  1. Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia mengusulkan perlunya pembaharuan di bidang pendidikan
  2. Pembentukan pendidikan masyarakat yang bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur berdasar pancasila.
  3. Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran
  4. Menetapkan kurikulum awal sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan
  5. Pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum SR 947

d. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969) 

Pendidikan dan pengajaran hingga tahun 1945 di selenggarakan oleh kentor pengajaran yang populer dengan nama jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan belahan dari kantor penyelenggara urusan pamong praja yang disebut dengan Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang gres di bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, sebagai menteri pendidikan dan pengajaran mulai 19 Agustus hingga 14 November 1945, kemudian diganti oleh Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dari tanggal 14 November 1945 hingga dengan 12 Maret 1946. tidak usang kemudian Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 hingga dengan 2 Oktober 1946. sebab masa jabatan yang umumnya amat singkat, intinya tidak banyak yang sanggup diperbuat oleh para mentri tersebut.




1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan 

Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang dalam surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini sanggup di pahami, sebab pada dikala itu bangsa Indonesia gres saja lepas dari penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan masih ada gelagat bahwa Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Oleh sebab itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dianggap merupakan balasan guna mempertahankan negara yang gres diproklamasikan.

Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami perluasan; tidak lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 perihal dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk insan yang cukup dan warga negara yang demokaratis secara bertanggung jawab perihal kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.

Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan untuk:
• meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• meningkatkan pendidikan watak,
• menberikan perhatian terhafap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.

Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yang gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 perihal Agama, Pendidikan, dan kebudayaan di adakan perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk insan pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan menyerupai yang dikenhendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”.


2. Sistem Persekolahan

Sistem pendidikan di Indonesia pada awal kemerdekaan intinya melanjutkan apa yang dikembangkan pada zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud meliputi tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah yaitu Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama dan sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung tiga tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (SMP) sebagai sekolah menengah pertama umum; kemudian sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) dan sekolah guru C (SGC) sebagai sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) sebagai sekolah menengah umum, dan sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah guru kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus guru.


3. Pedidikan di Indonesia Selama PJP I (1969-1993)

Pembangunan jangka panjang meliputi lima pelita, yaitu pelita I-V yang dimulai pada tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun tersebut, pendidikan Indonesia Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini terutama di tandai oleh semakin luasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumblah sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia serta tenaga yang terlibat dalam pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya; semakin mantapnya sistem pendidikan nasional dengan di sahkan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 perihal system pendidikan nasional beserta sejumblah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, hingga berakhirnya pelita V, pendidikan nasional masi di hadapkan dengan aneka macam tantangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang di hadapi menyangkut pemerataan kesempatan untuk mamperoleh pendidikan khususnya pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yang di hadapi berkenan dengan upaya mutu pendidikan, peningkatan relefansi pendidikan dengan penbangunan, efektifitas dan efisiensi pendidikan.

B. Masa Pembangunan

Dalam rangka menyesuaikan segala usaha untuk mewujudkan Manipol, melalui Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 pendidikan nasional dipandang sebagai alat revolusi. Pendidikan harus difungsikan atau harus mempunyai Lima Dharma Bhakti Pendidikan, yaitu: (1) Membina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi (Moral Pancasila), (2) Memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam segenap bidang dan tingkatnya (manpower), (3) Memajukan dan mengembangkan kebudayaan nasional, (4) Memajukan dan mengembangkan ilmu engetahuan dan teknlogi, (5) Menggerakkan dan menyadarkan seluruh kekuatan rakyat untuk membangun masyarakat dan insan Indonesia baru. Selanjutnya dinyatakan bahwa asas pendidikan nasional yaitu Pancasila – Manipol USDEK. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional yaitu untuk melahirkan warga negara-warga negara sosialis Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila. Dalam hal ini, moral pendidikan nasional ialah Pancasila Manipol/USDEK, dan politik pendidikannya yaitu Manifesto Politik. Selanjutnya melalui Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 perihal Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila antra lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik nasional. Yang menarik dalam rumusan-rumusan tersebut ditegaskan sekali lagi bahwa kiprah pendidikan nasional Indonesia ialah menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom.

Banyak progam pembangunan yang telah direncanakan dalam Pembangunan Nasional Semesta Berencana Thap Pertama (1961-1969). Rencana proyek pembangunan di bidang pendidikan antara lain berkenaan pengembangan pendidikan tinggi,diprioritaskannya pengembangan sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus dan sebagainya. Namun demikian akhir pecahnya pemberontakan G-30S/PKI, maka rontoklah planning pembangunan nasional semesta berencana tersebut. Setelah pemberontakan G30S/PKI sanggup ditumpas, terjadi suatu keadaan peralihan masyarakat Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru.


1. Pendidikan Pada Masa PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)

Pelaksaan Pelita I PJP I dicanangkan mulai 1 April 1969, maka pada tanggal 28-30 April 1969 pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung untuk melaksanakan konferensi dalam rangka: 1) mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan nasional, dan 2) menyusun suatu prioritas pemecahn dari aneka macam maslah tersebut, serta mencari alternatif pemecahannya.

Didalam rumusan-rumusan kebijakan pkok pembangunan pendidikan selama PJP I terdapat beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, 2) pemerataan pendidikan, 3) peningkatan mutu gru atau tenaga kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan 5) pendidikan kejuruan. Selain kebijakan pokok tyersebut terdapat pula beberapa kebijakan yang perlu menerima perhatian kita. Pertama, kebijakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam bidang pendidikan,. Kedua, pengembangan sistem pendidikan yag efisien dan efektif. Ketiga, dirumuskan dan disahkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “ Sistem Pendidikan Nasional” sebagai pengganti UU pendidikan usang yang telah diundangkan semenjak tahun 1950.

Kurikulum Pendidikan dalam PJP I telah dilakukan tiga kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal sebagai: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, dan Kurikulum 1984. Kurikulum Pendidikan Kejuruan, dalam Pelita I selain penyempurnaan sistem sekolah kejuruan juga ditingkatkan mutu pendidikannya terutama mutu guru dan laboratoriumnya. Dengan dana pinjaman Bank Dunia diadakan brbagai usah untuk meningkatkan pendidikan teknik menengah. Beberapa STM ditingkatkan, juga membangun apa yang disebut Sekolah Teknik Menengah Pembangunan, diadakan bengkel-bengkel latihan pusat yang sanggup dipakai beberapa STM termasuk STM swasta. Usaha perbaikan kurikulum terus menerus, baik melalui dan pinjaman dari ADB juga santunan dari negara-negar sahabat.

2. Masa Reformasi

Selama Orde Baru berlansung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melaksanakan hal-hal yang mereka ingunkan tanpa ada yang berani melaksanakan kontradiksi dan perlawanan, rezim ini juga mempunyai motor politik yang sangat besar lengan berkuasa yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar dikala itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melaksanakan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan memberikan pendapatnya.

Maraknya gerakan reformasi menyebabka tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari insiden itu sanggup dirasakan pada seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke otonomi pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yang menitik beratkan pada partisipasi rakyat menuntut tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam jumlah dan kualitas yang tnggi serta pemberdayaan lembaga-lembaga sosial di kawasan termasuk dalm bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan di kawasan akan memperlihatkan implikasi pribadi dalam penyusunan kurikulum yang berakal balig cukup akal ini sangat sentalistis.

Disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, contohnya MBS (Manajemen Berbasi Sekolah), Life Skill (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Manajement).

Pendidikan di Indonesia Dewasa Ini;

1. wajib berguru pendidikan dasar sembilan tahun

Pada tanggal 2 mei 1994 wajib berguru pendidikan dasar 9 tahun untuk tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada tanggal 2 mei 1984, Indonesia juga memulai wajib berguru 6 tahun untuk tingkat SD, bersamaan dengan pelantikan berdirinya Universitas terbuka. Wajib berguru pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan utama yang berkaitan satu sama lain. Pertama, meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap kelompok umur 7-15 tahun. Kedua untuk meningkatkan mutu sumberdaya insan Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan menjadi 9 tahun.
Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA


Sasaran-sasaran wajib berguru pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah, pertama, meningkatkan angka partisipasi bergairah (APK) tingkat SLTP menjadi 66,19% dari keadaan padaawal pelita V yang mencapai 52,67%. Kedua, meningkatkan jumblah lulusan SD/MI yang tertampung di SLTP dan MTs sebesar 5400.000, yaitu dari 2,56 juta pad tahun 1993/1994 menjadi 3,10 juta pada tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah guru SD yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III sekitar 70%. Tantangan yang di hadapi oleh kegiatan wajip berguru pendidikan dasar 9 tahun memang lebih besar jikalau dibandikan dengan wajib berguru 6 tahun. Alasnya antara lain, pertama, pada dikala dimulainya wajip berguru pendidikan dasar sembilan tahun, gres skitar separuh dari kelompok umur 13-15 tahun yang berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, sarana, dan tenaga yang dimiliki oleh Indonesia untuk melaksanakan wajip berguru pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebanyak pada dikala dilaksanakan wajib berguru 6 tahun. Misalnya, pembangunan SD dalam jumblah besar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun di SLTP diharapkan sarana, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit. Sejak di mulai pada tahun 1994, kegiatan wajip berguru pendidikan dasar sembilan tahun mencapai banyak kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat menerangkan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan dengan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, dan akomodasi berguru lainnya .

2. Pelaksanaan kurikulum 1994

Kurikulum 1994 di berlakukan secara sedikit demi sedikit mulai tahun aliran 1994/1995. kurikulum 1994 disusun dengan maksud semoga proses pendidikan sanggup selalu menyesuakan diri dengan tantangan yang terus barkembang, sehingga mutu pendidikan akan semakin meningkat. Kurikulum 1984 yang telah berjalan 10 tahun dipandang perlu untuk diperbaharui sebab berdasarkan hasil-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yang tmpang tindih dan memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yang dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No 2/1989 perihal system Pendididkan Nasional yang diikuti oleh aneka macam peraturan pemerintah mempuyai implikasi pada perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya informasi, dilakukan kembali revisi atas kurikilum 1994 dengan menata kembali struktur programnya yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1994 yang disempurnakan.


Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA


3 Implikasi Landasan Sejarah Pendidikan Terhadap Pendidikan.


  • Masa lampau memperjelas pemahaman kita pada masa kini. Sistem pendidikan yang kita terapkan masa sekarang yaitu hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa lampau. Hal ini sudah terbukti dengan adanya kemajuan perkembangan dalam segala bidang, misalnya; ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya. Berikut pembahasan tetntang implikasi landasan sejarah terhadap konsep pendidikan ;
  • Tujuan pendidikan diharapkan bertujuan dan bisa mengembangkan aneka macam macam potensi penerima didik. Serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk pengembangkan segala aspek pribadi yang terdapat dalam individu penerima didik, baik dalam aspek keagamaan ataupun kemandirian. Dengan mengetahui landasan sejarah pendidikan kita sanggup mengetahui betapa pentingnya konsep tujuan dari pendidikan yang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
  • Proses Pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan materi pelajaran harus diadaptasi denagn tingkat perkembangan penerima didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siwa dalam pembelajaran, menegmbangkan pelajaran dalam lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serat pengembangan ilmu dan teknologi.
  • Kebudayaan nasional, Sejarah membawa perubahan kebudayaan. Dari zaman dahulu dahulu hingga dikala ini, adanya perubahan budaya sebab pengalaman sejarah melalui penemuan baru, pertukaran budaya akhir penjajahan bangsa absurd sehingga sejarah membawa dampak perubahan peradaban kebudayaan melalui peranan pendidikan.Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Pidarta (2008:149) menyampaikan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya kawasan dan menjadi identitas bangsa Indonesia semoga tidak ditelan oleh budaya global.
  • Inovasi-inovasi Pendidikan. Inovasi-inovasi harus berumber dari hasil hasil penelitian pendidikan di indonesia, sehingga diharapkan pada kesannya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan indonesia.


Sumber: Dirangkum dari aneka macam sumber !
Referensi:

Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.

Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Santiko, Hariani. 1986. “Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit,” dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, buku IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, 3—9 Maret 1986. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, halaman 304—18.

Winarno, Agung. 2014. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal perihal Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.

Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT INDEKS.

https://unpendidikan.blogspot.com//search?q=sejarah-dan-riwayat-singkat-pendidikan

https://ikadekartajaya.wordpress.com/2013/09/21/landasan-sejarah-pendidikan-di-indonesia/

http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/.

0 Response to "Sejarah Dan Perkembangan Pendidikan Di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel