Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan aksara pada hakikatnya yaitu sebuah usaha bagi setiap individu untuk me PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan aksara pada hakikatnya yaitu sebuah usaha bagi setiap individu untuk menghayati kebebasannya dalam korelasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga ia dpat semkain mengukuhkan dirinya sebagai eksklusif yang unik dan khas serta mempunyai integritas moral yang sanggup dipertanggung jawabkan.
Pengertian pendidikan aksara tersebut selain sejalan dengan pengertian aksara itu sendiri, yakni sebagai cetak biru, format dasar, sidik jari, sesuatu yang khas dan chemistry, juga merupakan struktur antropologi manusia; alasannya yaitu disanalah insan menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur ontropologis ini melihat bahwa karakter  bukan sekadar hasil dari sebuah tindakan, melainkan secara struktur merupakan hasil dan proses. Menurut Doni Koesoema A., (2007: 3) dinamika ini menjadi semacam dialektika terus-menerus dalam diri insan untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya.

Lebih lanjut pendidikan aksara juga terkait dengan tiga matra pendidikan, yaitu pendidikan individual, pendidikan social dan pendidikan moral. Selanjutnya pendidikan social terkait dengan kemampuan mnusia dalam membangun korelasi dengan insan dan forum lain secara serasi dan funngsional yang selanjutnya menjadi cermin kebebasannya dalam mengorganisasi dirinya.

Dengan demikian, aksara yang dihasilkan melalui tiga matra pendidikan tersebut merupakan kondisi dinamis dari struktur antropologi individu, yaitu individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi kodratnya, melaikan juga sebuah uusaha hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya, dan proses penyempurnaan dirinya secara terus-menerus. Pendidikan aksara dalam arti yang demikian itu, berdasarkan Ahmad Amin, dalam etika (1983:143) yaitu pendidikan yang semenjak usang telah diperjuangkan oleh para filusuf, andal pikir, bahkan para Rosul utusan Tuhan. Yaitu pendidikan aksara yang bersifat integral, holistik, dinamis, komprehensif dan terus-menerus hingga terbentuk sosok insan yang terbina seluruh potensi dirinya, serta mempunyai kebebasan dan tanggung jawab untuk mengekspresikan dalam seluruh aspek kehidupan.

Dalam pendidikan agama memperlihatkan tunjangan bagi pendidikan aksara dalam hal menanamkan fondasi yang lebih kokoh, kemertabatan yang paling luhur, kekayaan yang paling tinggi dan sumber kedamaian insan yang paling dalam. Pendidikan agama berperan amat penting dibandingkan pendidikan moral dan nilai sebagaimana tersebut di atas, dalam hal mempersatukan diri insan dengan realitas terakhir yang lebih tinggi, yaitu Tuhan Sang Pencipta yang menjadi fondasi kehidupan manusia. Pendidikan agama yang memperlihatkan tunjangan bagi pendidikan aksara tesebut, berdasarkan Nurcholis Madjid, dalam membangun kembali Indonesia, (2004: 39), yaitu pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada sebatas simbol-simbol dan pelaksanaan ritualistic. Melaikan pendidikan agama yang bisa mengajak penerima didik untuk bisa menangkap makna hakiki yang ada di baliknya.

Pendidikan aksara yang ditopang oleh pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan sama-sama membantu siswa untuk tumbuh secara lebih matang dan kaya, baik sebagai individu, maupun sebagai makhluk sosial dalam konteks kehidupan bersama.



2. Pilar-pilar Pendidikan Moral
Berbagai kenyataan dan realitas yang menjadi penghambat bagi terlasananya pendidikan moral, pendidikan nilai pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan sebagai pilar-pilar pendukung pendidikan aksara tersebut kian hari tampak semakin parah dan lemah.
Realisasi pendidikan aksara tersebut juga harus ditopang oleh tiga pilar utama forum pendidikan, yaitu rumah tangga, sekolah dan masyarakat (negara). Pendidikan dirumah tangga dilakukan oleh orang renta dan anggota keluarga terdekat lainnya dengan dasar tanggung jawab moral keagamaan, yakni menganggap bahwa anak sebagai titipan dan amanah Tuhan yang harus dipertanggung jawabkan. Dilihat dari segi kecenderungannya, ada orang renta yang menginginkan anaknya dididik dalam konteks lingkungan yang multicultural, ada pula orang renta yang ingin anaknya dididik dengan pendidikan yang diterimanya dirumah dan ada pula orang renta yang tidak puas dengan pelayanan penddidikan yang diberikan oleh sekolah, sehingga mereka menginginkan sebuah pendidikan alternatif yang selanjutnya dikenal dengan home schooling dan sebagainya.

Bertolak dari banyak sekali kekurangan yang dimiliki orang renta di rumah, maka pendidikan aksara selanjutnya diserahkan kepada sekolah, dengan pertimbangan selain alasannya yaitu merupakan institusi yang dibangun dengan kiprah utamanya mendidik aksara bangsa, juga disekolah terdapat infrastruktur, sarana prasarana, SDM, manajemen, system, dan lainnya yang berkaitan dengan urusan pendidikan. Budaya sekolah yang tidak baik, menyerupai kultur tidak jujur, menyontek, mengatrol nilai, manipulasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bisnis buku pelajaran yang merugikan siswa, tidak disiplin, kurang bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan, hingga pelecehan seks masih mewarnai forum pendidikan yang berjulukan sekolah ini. Akibat dari keadaan ini, maka seorang anak yang sebelum masuk sekolah terlihat jujur, taat beribadah, sopan dan santun, namun sehabis tamat sekolah malah adab dan karakternya semakin merosot.

Selanjutnya alasannya yaitu rumah tangga dan sekolah sebagai pilar-pilar utama bagi pendidikan aksara tersebut sudah kurang efektif lagi, bahkan sudah hancur, maka pemerintah dan masyarakat juga harus bertanggung jawab, otoritas, dana, fasilitas, sumber daya insan dan system yang dimilikinya, pemerintah mempunyai peluang yang lebih besar untuk menyelenggarakan pendidikan karakter  bangsa. Namun demikian, pilar pemerintah ini pun dalam keadaan ringkih dan tidak efektif. Banyaknya pejabat pemerintah mulai dari atas hingga bawah, mulai dari sentra hingga kedaerah yang terlibat dalam tindak korupsi, penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang berdampak pada kerusakan lingkungan, serta adanya sejumlah kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil, serta contoh hidup foya-foya, menjadikan bagi pendidikan karakter  menjadi amat merosot.

Sumber : Dari Berbagai sumber !!

0 Response to "Pengertian Pendidikan Karakter"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel