Sejarah Pemberontakan G 30 S/Pki Dan Penculikan Jenderal

Visiuniversal----Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 18 September 1948  pernah melaksanakan pemberontakan terhadap Pemerintah RI di Madiun. Tujuannya ingin mendirikan negara komunis dengan jalan kekerasan dan pembunuhan. Pada waktu itu banyak para ulama, TNI, tokoh masyarakat serta rakyat yang tidak berdosa lainnya menjadi korban kebiadabannya. Meskipun PKI waktu itu telah berhasil ditumpas oleh Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat yang setia kepada Pancasila, namun diyakini mereka yang tersisa masih tetap berbahaya, dan akarnya sanggup tumbuh sewaktu-waktu.

Sejak tahun 1950. PKI berhasil ikut dalam kehidupan partai politik, terutama pada masa Demokrasi Terpimpin. Setelah berhasil dengan usahanya tersebut, mereka berhasil pula mempengaruhi negara dan rakyat dengan tipudaya, bujukan dan hasutan yang tidak betanggung jawab. 

Pada tahun 1965 PKI semakin ulet melancarkan segala bentuk propagandanya. PKI melancarkan pula aksi-aksi sepihak dan tindakan pisik lainnya. Yang mereka anggap menghalangi atau lawan, mereka bunuh dan yang mereka anggap sobat mereka rangkul dan dilindungi.

Pada tahun 1965 ini juga, Presiden Soekarno menderita sakit. Ketika itu dokter yang sengaja didatangkan dari RRC sehabis mengusut beliu menyatkan bahwa penyakit Presiden semakin parah keadaannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh dokter tersebut bahwa kemungkinan Presiden akan menjadi lumpuh dan bahkan sanggup segera meninggal dunia.

Mengetahui keadaan demikian. DN Aidit, tokoh pimpinan PKI menetapkan akan segera melancarkan perebutan kekuasaan atau perebutan kekuasaan terhadap Pemerintah RI yang sah. Untuk itu mereka melatih kader-kadernya menyerupai Pemuda Rakyat, Gerwani guna mempersiapkan diri ikut pemberontakan. Selain itu mereka juga menyebarluaskan desas desus atau kabar bohong dengan memberitakan bahwa Dewan Jenderal akan melaksanakan perebutan kekuasaan pemerintah. PKI juga telah membentuk Biro Khusus dan mengirim agen-agennya menyusup ke dalam badan ABRI. Tugas khusus ini menyerupai dilakukan oleh Brigjend Supardjo dan Letkol. Untung.

Sebelum subuh tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan 30 September PKI mulai melancarkan aksinya. mereka melaksanakan penculikan terhadap beberapa perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Penculikan dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa. Pasukan ini dikenal sebagai Pasukan Pengawal Presiden. Para Jenderal yang mereka culik itu dianiaya terlebih dahulu sebelum dibunuh. Setelah itu jenazahna mereka masukan ke dalam sumur renta di kawasan Lobang Buaya, Jakarta Timur.

Diantara para Jenderal yang menjadi korban kekejaman G 30 S/PKI antara lain:
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Soeprapto
3. Mayor Jenderal M.T. Haryono
4. Mayor Jenderal S. Parman
5. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
6. Brigadir Jenderal D.I Panjaitan
7. Lettu Pierre Tendean

Sedangkan perjuangan penculikan terhadap diri Jenderal AH. Nasution mengalami kegagalan alasannya yaitu ia berhasil meloloskan diri. Tetapi putrinya berjulukan Ade Irma Suryani yang berusia 5 tahun gugur jawaban terkena tembakan Pasukan Cakrabirawa yang mengepung rumahnya. Demikian pula ajudannya Lettu Pierre Tendean juga menjadi korban penculikan dan dibawa gerombolan G 30 S/PKI ke Lubang Buaya lalu dibunuh.


Dalam aksinya PKI juga membunuh seorang polisi yaitu Peltu Politis Karel Sasuit Tubun yang berusaha mencegah Gerombolan PKI itu masuk ke dalam rumah Dr. Leimena.

Di Jawa Tengah, G 30 S/PKI berhasil merebut Markas Kodam VII Dikonegoro di Semarang dan Markas Korem 072 di Yogyakarta. Kolonel Katamso dan Letkol Sugiona telah pula menjadi korban keganasan PKI.

Setelah insiden penculikan itu, Mayor Jenderal Soeharto yang meneriman laporan ihwal adanay penculikan terhadap para perwira Tentara Nasional Indonesia AD, segera bertindak dengan melaksanakan langkah-langkah yang perlu guna mengatasi keadaan yang gawat dan membahayakan keamanan negara dan pemerintah. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto sanggup menguasai situasi. Kemudian Mayor Jenderal Soeharto menugaskan Kolonel Sarwo Edi Wibowo, Komandan Pasukan RPKAD memimpin pasukannya guna merebut dua tempat yang telah dikuasai oleh PKI. Kedua temapt yang telah dikuasai PKI ialah Pangkalan udara Halim Perdana Kusuma dan Kantor Pusat Pemberitaan RRI.  Berkat kesiagaan dan keberaniaan Pasukan RPKAD ini, maka lapangan terbang Halim Perdana Kusuma dan RRI berhasil direbut kembali dari penguasaan gerombolan PKI.

 pernah melaksanakan pemberontakan terhadap Pemerintah RI di Madiun SEJARAH PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI DAN PENCULIKAN JENDERAL

Sementara itu DN Aidit, tokoh pimpinan PKI yang juga dalang pemberontakan G 30 S/PKI tertewas di Surakarta sewaktu berusaha akan melarikan diri ke Rusia. Dengan terjadinya insiden tersebut, terang bahwa PKI masih merupakan ancaman faktual yang ingin terus berusaha merebut kekuasaan Pemerintah RI yang sah. Karena itu PKI harus lenyap dan dihentikan hidup di negara Indonesia yang menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Untuk memperingati dan menghargai jasa para hero revolusi yang gugur jawaban kekejaman G 30 S/PKI maka Pemerintah membangun Tugu Peringatan Monumen Pancasila Sakti di kawasan Lubang Buaya (tempat terjadinya peristiwa). Pemerintah lalu menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Sumber : Modul Sejarah Paket B, IX/2/08/W Dirjen Diklusepora, 2006.

0 Response to "Sejarah Pemberontakan G 30 S/Pki Dan Penculikan Jenderal"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel