Mengenal Sejarah Uang Rupiah Republik Indonesia
Warga berguru sekalian dalam pengetahuan umum berikut ini, kita akan mencoba mempelajari dan mengetahui perihal sejarah uang rupiah Negara kita republik Indonesia, yang sudah ada beredar semenjak tempo dulu, baik sebelum kemerdekaan maupun sehabis masa-masa kemerdekaan kita :
Sejarah Rupiah Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia
Mata uang Rupiah bukanlah satu-satunya mata uang yang pernah berlaku di Indonesia. Kerajaan-kerajaan Mataram Lama, Sriwijaya, dan Majapahit telah mengenal dan memakai aneka macam tipe "uang" yang umumnya berupa logam. Setelah kedatangan penjajah di Indonesia pun, Indonesia telah mengenal aneka macam macam mata uang, termasuk Sen dan Gulden yang diterbitkan oleh De Javasche Bank khusus untuk dipergunakan di Hindia Belanda (Indonesia ketika itu).
Sejarah Rupiah Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia
Mata uang Rupiah bukanlah satu-satunya mata uang yang pernah berlaku di Indonesia. Kerajaan-kerajaan Mataram Lama, Sriwijaya, dan Majapahit telah mengenal dan memakai aneka macam tipe "uang" yang umumnya berupa logam. Setelah kedatangan penjajah di Indonesia pun, Indonesia telah mengenal aneka macam macam mata uang, termasuk Sen dan Gulden yang diterbitkan oleh De Javasche Bank khusus untuk dipergunakan di Hindia Belanda (Indonesia ketika itu).
UANG 10 Gulden Hindia Belanda Yang Diterbitkan De Javasche Bank tahun 1938 |
Gulden Hindia Belanda
Uang 10 Gulden Hindia Belanda Yang Diterbitkan De Javasche Bank tahun 1938
Gambar dua lembar uang kertas diatas termasuk beberapa uang yang pernah beredar di Indonesia ketika masa penjajahan Belanda yang pertama. Setelah tentara Jepang mengambil alih menduduki Indonesia tahun 1942, pemerintah Jepang di Indonesia berusaha menarik mata uang terbitan Belanda tersebut dari peredaran dan menyusun bank Nanpo Kaihatsu Ginko yang mencetak uang mereka sendiri, walaupun masih dalam bahasa Belanda, yang disebut "Gulden Hindia Belanda".
Gulden Hindia BelandaUang Satu Gulden Hindia Belanda Yang Diterbitkan De Javasche Bank
Menjelang simpulan pendudukan Jepang, sebagai penggalan dari upaya menggoda masyarakat Indonesia, Jepang mencetak lagi uang gres berbahasa Indonesia yang dinamakan "Rupiah Hindia Belanda". Namun sebab situasi ekonomi dan politik ketika itu yang kacau, maka baik uang Gulden terbitan pemerintah Hindia Belanda, Gulden terbitan Jepang, maupun Rupiah Hindia Belanda, semuanya masih dipakai oleh masyarakat sehabis proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kondisi semakin parah sehabis tentara Sekutu mendarat di Indonesia dan berusaha menduduki Indonesia kembali. Tentara Sekutu yang juga dikenal sebagai Netherlands Indies Civil Administration (NICA) menarik Gulden Hindia Belanda yang dicetak sebelum pendudukan Jepang dan mulai menerbitkan uangnya sendiri di Indonesia Timur yang banyak disebut sebagai "Gulden NICA" atau uang NICA.
Uang NICAUang NICA 5 Rupiah Terbitan Tahun 1943
Perhatikan bahwa Uang NICA terbitan tahun 1943 tersebut menampilkan gambar Ratu Wilhelmina, (Kepala Negara Belanda ketika itu), lambang kerajaannya, serta dicetak dalam bahasa Belanda. Karena abjad uang yang demikian, maka para pejuang kemerdekaan menolak uang tersebut. Ketika uang NICA itu mulai masuk ke wilayah pulau Jawa, Bung Karno segera mendeklarasikan bahwa uang NICA itu ilegal. Uang terbitan Jepang pun ketika itu masih jadi pilihan alat pembayaran untuk dipakai di Jawa dan Sumatera.
Akibat Uang NICA tersebut, pemerintah Indonesia yang gres lahir berkat proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 mulai mengambil langkah-langkah untuk menerbitkan uang sendiri. Masalahnya, sumber daya yang diharapkan untuk mencetak uang tidaklah kecil. Selain itu, tentara Sekutu berusaha menyerang pabrik percetakannya guna mencegah penerbitan uang tersebut.
Oeang Republik Indonesia
Setelah melampaui usaha berat, pemerintah Indonesia akibatnya berhasil merilis uang pertamanya pada 3 Oktober 1946, dikenal juga sebagai "Oeang Republik Indonesia", atau ORI. Saat itu dideklarasikan bahwa semua uang terbitan Jepang harus ditukar dengan ORI sampai tanggal 30 Oktober di tahun yang sama. Standar nilai tukarnya ditetapkan dengan patokan 50 Rupiah Hindia Belanda = 1 ORI. Pemerintah juga menyatakan bahwa satu ORI mempunyai nilai setara dengan 0.5 gram Emas. Rupiah Hindia Belanda yang masih beredar sehabis bulan Oktober dinyatakan tidak berlaku lagi.
ORI Satu Rupiah ORI Bergambar Bung Karno dan Gunung Meletus, Tampak Depan dan Belakang
Setelah penerbitan ORI, maka mata uang yang resmi menjadi alat pembayaran di Nusantara ada dua, yaitu uang NICA dan uang ORI. Namun demikian, di lokasi-lokasi tertentu yang relatif sulit dijangkau, uang Jepang masih cukup banyak digunakan. Oleh sebab jangkauan pemerintah yang gres juga terbatas, maka pemerintah Indonesia mengijinkan daerah-daerah tertentu untuk menerbitkan uangnya sendiri. Uang-uang tersebut nantinya sanggup ditukarkan dengan uang ORI sehabis situasi dan kondisi memungkinkan.
Namun ORI ketika itu sudah mulai bermasalah sebab finansial yang jelek menciptakan pemerintah Indonesia yang gres mencetak semakin banyak uang guna menambah isi kas negara. Suplai uang yang terlalu banyak berakibat pada inflasi yang merajalela dan merosotnya nilai tukar ORI dari 5 Gulden NICA pada awal penerbitannya ke 0.3 Gulden NICA pada bulan Maret 1947.
Pada bulan November 1949, Konferensi Meja Bundar mengakui kemerdekaan Indonesia dalam kerangka Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas Indonesia yang mencakup Jawa dan Sumatera, beserta 15 negara kecil lainnya di Nusantara. Pada periode ini, RIS menyadari bahwa aneka macam macam mata uang yang beredar di masyarakat mengacaukan perekonomian. Betapa tidak, ketika itu ada ORI, uang NICA, uang Jepang, uang Belanda sebelum pendudukan Jepang, juga uang yang diterbitkan oleh daerah-daerah tertentu secara terpisah.
RIS berusaha mengontrol kondisi ini dengan mengumumkan pelaksanaan Gunting Syafruddin pada 19 Maret 1950. Selain itu, RIS juga sempat mencetak uang sendiri, tetapi pendeklarasian formal kemerdekaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950 menciptakan uang RIS jadi berumur pendek.
Uang RISUang Lima Rupiah Yang Diterbitkan Oleh Republik Indonesia Serikat
Sejarah Rupiah Setelah Kelahiran Bank Indonesia
Setelah kelahiran NKRI, Pemerintah berupaya untuk menghapuskan efek Belanda dalam sistem keuangan Indonesia. Upaya pertama yang dilakukan ialah dengan menggantikan mata uang terbitan Belanda berdenominasi rendah dengan koin Rupiah pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen, serta penerbitan uang kertas 1 dan 2 1/2 Rupiah.
25 SenKoin 25 Sen Emisi Tahun 1952,
Gambar dua lembar uang kertas diatas termasuk beberapa uang yang pernah beredar di Indonesia ketika masa penjajahan Belanda yang pertama. Setelah tentara Jepang mengambil alih menduduki Indonesia tahun 1942, pemerintah Jepang di Indonesia berusaha menarik mata uang terbitan Belanda tersebut dari peredaran dan menyusun bank Nanpo Kaihatsu Ginko yang mencetak uang mereka sendiri, walaupun masih dalam bahasa Belanda, yang disebut "Gulden Hindia Belanda".
Gulden Hindia BelandaUang Satu Gulden Hindia Belanda Yang Diterbitkan De Javasche Bank
Menjelang simpulan pendudukan Jepang, sebagai penggalan dari upaya menggoda masyarakat Indonesia, Jepang mencetak lagi uang gres berbahasa Indonesia yang dinamakan "Rupiah Hindia Belanda". Namun sebab situasi ekonomi dan politik ketika itu yang kacau, maka baik uang Gulden terbitan pemerintah Hindia Belanda, Gulden terbitan Jepang, maupun Rupiah Hindia Belanda, semuanya masih dipakai oleh masyarakat sehabis proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Kondisi semakin parah sehabis tentara Sekutu mendarat di Indonesia dan berusaha menduduki Indonesia kembali. Tentara Sekutu yang juga dikenal sebagai Netherlands Indies Civil Administration (NICA) menarik Gulden Hindia Belanda yang dicetak sebelum pendudukan Jepang dan mulai menerbitkan uangnya sendiri di Indonesia Timur yang banyak disebut sebagai "Gulden NICA" atau uang NICA.
Uang NICAUang NICA 5 Rupiah Terbitan Tahun 1943
Perhatikan bahwa Uang NICA terbitan tahun 1943 tersebut menampilkan gambar Ratu Wilhelmina, (Kepala Negara Belanda ketika itu), lambang kerajaannya, serta dicetak dalam bahasa Belanda. Karena abjad uang yang demikian, maka para pejuang kemerdekaan menolak uang tersebut. Ketika uang NICA itu mulai masuk ke wilayah pulau Jawa, Bung Karno segera mendeklarasikan bahwa uang NICA itu ilegal. Uang terbitan Jepang pun ketika itu masih jadi pilihan alat pembayaran untuk dipakai di Jawa dan Sumatera.
Akibat Uang NICA tersebut, pemerintah Indonesia yang gres lahir berkat proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 mulai mengambil langkah-langkah untuk menerbitkan uang sendiri. Masalahnya, sumber daya yang diharapkan untuk mencetak uang tidaklah kecil. Selain itu, tentara Sekutu berusaha menyerang pabrik percetakannya guna mencegah penerbitan uang tersebut.
Oeang Republik Indonesia
Setelah melampaui usaha berat, pemerintah Indonesia akibatnya berhasil merilis uang pertamanya pada 3 Oktober 1946, dikenal juga sebagai "Oeang Republik Indonesia", atau ORI. Saat itu dideklarasikan bahwa semua uang terbitan Jepang harus ditukar dengan ORI sampai tanggal 30 Oktober di tahun yang sama. Standar nilai tukarnya ditetapkan dengan patokan 50 Rupiah Hindia Belanda = 1 ORI. Pemerintah juga menyatakan bahwa satu ORI mempunyai nilai setara dengan 0.5 gram Emas. Rupiah Hindia Belanda yang masih beredar sehabis bulan Oktober dinyatakan tidak berlaku lagi.
ORI Satu Rupiah ORI Bergambar Bung Karno dan Gunung Meletus, Tampak Depan dan Belakang
Setelah penerbitan ORI, maka mata uang yang resmi menjadi alat pembayaran di Nusantara ada dua, yaitu uang NICA dan uang ORI. Namun demikian, di lokasi-lokasi tertentu yang relatif sulit dijangkau, uang Jepang masih cukup banyak digunakan. Oleh sebab jangkauan pemerintah yang gres juga terbatas, maka pemerintah Indonesia mengijinkan daerah-daerah tertentu untuk menerbitkan uangnya sendiri. Uang-uang tersebut nantinya sanggup ditukarkan dengan uang ORI sehabis situasi dan kondisi memungkinkan.
Namun ORI ketika itu sudah mulai bermasalah sebab finansial yang jelek menciptakan pemerintah Indonesia yang gres mencetak semakin banyak uang guna menambah isi kas negara. Suplai uang yang terlalu banyak berakibat pada inflasi yang merajalela dan merosotnya nilai tukar ORI dari 5 Gulden NICA pada awal penerbitannya ke 0.3 Gulden NICA pada bulan Maret 1947.
Pada bulan November 1949, Konferensi Meja Bundar mengakui kemerdekaan Indonesia dalam kerangka Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas Indonesia yang mencakup Jawa dan Sumatera, beserta 15 negara kecil lainnya di Nusantara. Pada periode ini, RIS menyadari bahwa aneka macam macam mata uang yang beredar di masyarakat mengacaukan perekonomian. Betapa tidak, ketika itu ada ORI, uang NICA, uang Jepang, uang Belanda sebelum pendudukan Jepang, juga uang yang diterbitkan oleh daerah-daerah tertentu secara terpisah.
RIS berusaha mengontrol kondisi ini dengan mengumumkan pelaksanaan Gunting Syafruddin pada 19 Maret 1950. Selain itu, RIS juga sempat mencetak uang sendiri, tetapi pendeklarasian formal kemerdekaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950 menciptakan uang RIS jadi berumur pendek.
Uang RISUang Lima Rupiah Yang Diterbitkan Oleh Republik Indonesia Serikat
Sejarah Rupiah Setelah Kelahiran Bank Indonesia
Setelah kelahiran NKRI, Pemerintah berupaya untuk menghapuskan efek Belanda dalam sistem keuangan Indonesia. Upaya pertama yang dilakukan ialah dengan menggantikan mata uang terbitan Belanda berdenominasi rendah dengan koin Rupiah pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen, serta penerbitan uang kertas 1 dan 2 1/2 Rupiah.
25 SenKoin 25 Sen Emisi Tahun 1952,
Selanjutnya, Pemerintah menasionalisasi De Javasche Bank yang merupakan bank sentral RIS menjadi Bank Indonesia. Di tahun 1952-1953, Bank Indonesia mulai merilis uang kertas baru, mulai dari 1 Rupiah sampai 100 Rupiah. Ini menandai periode gres dalam sejarah Rupiah, dimana penerbitan dan peredaran uang kertas Rupiah sekarang menjadi kiprah Bank Indonesia, sedangkan uang koin masih ditangani oleh Pemerintah secara terpisah.
Uang BI 1953Uang Satu Rupiah Emisi Tahun 1953, Salah Satu Pecahan Yang Diterbitkan Setelah Nasionalisasi De Javasche Bank
Sayangnya, perilisan uang gres Bank Indonesia tidak bisa menuntaskan keruwetan perekonomian Indonesia. Inflasi terus membubung tinggi dan nilai tukar Rupiah pun merosot dengan cepat. Pada Maret 1950, nilai tukar Rupiah ialah 1.60 per Dolar AS, namun dalam waktu kurang dari sepuluh tahun sudah naik ribuan persen menjadi 90 per Dolar AS pada Desember 1958.
Kondisi ekonomi tersebut mendorong Pemerintah Indonesia untuk mendevaluasi Rupiah pada tahun 1959. Upaya tersebut lagi-lagi gagal, dan Rupiah kembali di-devaluasi beberapa tahun kemudian. Namun Rupiah masih tak terkendali, sampai pemerintahan Orde Baru dibawah presiden Suharto berhasil menstabilkan nilainya.
Uang BI 1975Uang 10000 Rupiah, Salah Satu Pecahan yang Diterbitkan Bank Indonesia Pada Masa Orde Baru
Warga-- berguru sekalian, Mulai masa Orde Baru, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk mencetak dan menerbitkan uang, baik dalam bentuk koin maupun uang kertas, serta mengatur peredarannya di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini terus berlanjut sampai pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang mendorong penerbitan uang NKRI pada tanggal 17 Agustus lalu. Sementara itu, uang-uang usang yang pernah beredar lainnya ketika ini umumnya diperjualbelikan secara pribadi diantara kolektor uang lama. Lembaran uang 10000 Rupiah bergambar relief Candi Borobudur diatas, misalnya, bisa diperdagangkan dengan harga sangat mahal di tangan kolektor sebab nilai sejarahnya serta keunikan gambarnya.
Sumber : http://www.seputarforex.com/
0 Response to "Mengenal Sejarah Uang Rupiah Republik Indonesia"
Post a Comment